Rabu - 16 - September - 2020
( Tangkuban Perahu, Denpasar, Bali)
Dimulai dari saya bangun jam 7 pagi, kebetulan kost saya lantai atas bisa langsung melihat langit pagi, oke, pagi ini cuacanya sangat teduh, dikarenakan mendung dan hujan rintik, aroma wewangian semerbak di sepanjang lingkungan kost, gang gang sempit dan jalan raya, hari ini umat Hindu di bali sedang merayakan Hari kemenangan, yaitu hari raya galungan dan kuningan,
" Hari raya galungan di peringati setiap 6 bulan sekali dalam penanggalan Bali. Sejarah dan prosesi hari ini sangat bermakna bagi masyarakat Hindu di pulau Dewata.
Dalam kalender Bali, satu bulan terdiri dari 35 hari, Galungan jatuh pada hari Rabu Kliwon, istilah kusus untuk menyebut hari itu adalah Budha Kliwon Dungulan atau hari Rabu Kliwon dengan wuku Dungulan, yang bermakna hari kemenangan Dharma ( kebaikan ) atas Adharma ( kejahatan ).
Rakyat Bali percaya bahwa Roh leluhur akan pulang ke rumah di hari itu, dan menjadi kewajiban untuk menyambut nya dengan doa dan bentuk persembahan. "
kita kembali ke cerita saya, pagi itu cuaca sangat teduh, terbesit di pikiran untuk keliling kota memakai kendaraan motor Boober ( thunder 125 custom ).
di sepanjang jalan banyak sekali penjor penjor indah menghiasi jalan , wewangian dupa semerbak seolah tak memberi ruang bagi bau lainya, jalan begitu sepi, panas matahari tak di perbolehkan masuk sementara oleh awan awan mendung, mungkin awan awan mendung sengaja menutup i Pulau Dewata di hari Galungan ini, oke aku bercerita menurut penglihatan mata batin saya " ada sebagian mahkluk langit yang akan terbakar jika terkena sinar ultraviolet matahari, itu di karenakan mahkluk tersebut tak memiliki badan kasar atau raga seperti kita, padahal raga atau kendaraan jiwa ialah syarat untuk hidup dan tumbuh di Planet Bumi ini. Raga bertugas membalut jiwa se kuat kuatnya agar jiwa tak mudah rusak oleh material material dari luar, sinar ultraviolet ialah sinar sonar matahari yang sangat kuat, mampu membakar segalanya, untunglah di bumi ada pelindung lapis 7 yang biasa di sebut atmosfir, akir akir ini atmosfir pun mengalami penurunan di karenakan lapisan ozon terbakar karbondioksida dari asap kendaraan dan pabrik dari bumi, dan banyak lagi penyebabnya, raga pun bisa rusak karena sinar ultraviolet, apalagi mahkluk yang tak mempunyai raga atau kendaraan, inilah kenapa mahkluk halus (baik dan buruk, mahkluk langit dan bawah ) sebagian berani turun , naik kepermukaan, menampakan diri pada malah hari, (ini sebagian kecil) ada juga yang tahan sinar ultraviolet lo,, ,
" ini opini saya , lengkapi lah kendaraan anda dengan sinar ultraviolet maka kita tak usah takut lagi motoran malam malam di tempat angker , mungkin dia akan menyingkir dan ketakutan atas hawa panas tersebut, monggo di coba " oke , kembali lagi ,,awan mendung sengaja tercipta karena hukum sebab akibat jagat raya, mungkin terjadi karena doa doa yang di panjatkan manusia di bawahnya sanggup menarik awan awan tersebut sehingga Dewata berani membuka Gerbang langitnya,, para roh leluhur di ijinkan turun pada hari itu, menengok temu kangen para anak cucunya yang masih hidup di bawah sana,.. di sarankan pada hari turunya leluhur ini kita semua saling mendoakan , bersihkan rumah, lingkungan raga, pikiran perkataan, hati, dan mari kembali Suci,
Setelah beberapa menit motoran keliling jalan kota, dan menikmati indahnya seni doa yang di visualkan menjadi penjor, melihat masyarakat bali keluar dari pure dengan wajah bahagia ,,serasa hari Galungan ini memang hari kemenangan, dan jalan yang saya lalui serasa menjadi karpet merah.
Langit masih mendung dan teduh, saya pandangi awan tersebut dan mata batin melihat sosok cahaya kuning membentuk sosok wanita anggun memakai slendang sutra turun untuk memberi anugrah pada setiap keluarga yang menujukan aura ke harmonisan, di susul juga jiwa jiwa masalalu turun untuk bertemu sanak saudaranya, melihat sosok wanita itu seakan damai menyelimuti hati, senyumnya, kerlingan mata, helai rambutnya, seakan akan menghipnotis mahkluk yang melihatnya untuk ikut hanyut dalam keadaan welas asih yang dalam, dan anehnya seakan akan saya atau mungkin orang lain juga merasa, mengenal dia, tapi entah dimana, aku tak bisa memberi nama seorang batari tersebut karena wawasan saya tentang betari sangat minim, beliau berpesan sambil menatap mata saya dari kejahuan mungkin 1kilo meter, anehnya terlihat jelas paras cantik wajahnya, bliau berkata;
"Bantu saya menyebarkan Welas Asih ke seluruh penjuru Bumi, agar bumi kembali ke wibawaannya" perlahan lahan paras wajah cantik bliau hilang, di susul jiwa jiwa masalalu naik ke langit kembali, dan awan mendung terbuka, matahari kembali menyinari bumi.. -wijoyo denpasar 2020-
Hari Raya Galungan
diperingati setiap 6 bulan sekali dalam penanggalan Bali. Sejarah dan
prosesi hari raya ini sangat bermakna bagi masyarakat Hindu di Pulau
Dewata.
Dalam kalender Bali, satu bulan terdiri dari 35 hari. Galungan jatuh
pada Rabu Kliwon. Istilah khusus untuk menyebut hari itu adalah Budha
Kliwon Dungulan atau hari Rabu Kliwon dengan wuku Dungulan, yang
bermakna: hari kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan).
Fred B. Eiseman Jr. dalam Bali Sekala and Niskala: Essays on Religion,
Ritual and Art (1989) mengungkapkan bahwa Galungan menandai awal dari
upacara keagamaan yang paling penting. Rakyat Bali percaya bahwa roh
para leluhur akan pulang ke rumah di hari itu, dan menjadi kewajiban
bagi mereka untuk menyambutnya dengan doa dan persembahan.
Rangkaian prosesi ritual mewarnai perayaan Galungan. Warga Bali yang
mayoritas beragama Hindu selalu antusias dan khusyuk menjalankannya.
Perayaan Galungan juga menarik minat wisatawan, baik domestik maupun
asing, yang sedang berkunjung ke pulau yang menjadi salah satu destinasi
wisata terbaik dunia itu.
Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Hari Raya Galungan & Maknanya Bagi Umat Hindu-Bali",
https://tirto.id/eeXH
Hari Raya Galungan
diperingati setiap 6 bulan sekali dalam penanggalan Bali. Sejarah dan
prosesi hari raya ini sangat bermakna bagi masyarakat Hindu di Pulau
Dewata.
Dalam kalender Bali, satu bulan terdiri dari 35 hari. Galungan jatuh
pada Rabu Kliwon. Istilah khusus untuk menyebut hari itu adalah Budha
Kliwon Dungulan atau hari Rabu Kliwon dengan wuku Dungulan, yang
bermakna: hari kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan).
Fred B. Eiseman Jr. dalam Bali Sekala and Niskala: Essays on Religion,
Ritual and Art (1989) mengungkapkan bahwa Galungan menandai awal dari
upacara keagamaan yang paling penting. Rakyat Bali percaya bahwa roh
para leluhur akan pulang ke rumah di hari itu, dan menjadi kewajiban
bagi mereka untuk menyambutnya dengan doa dan persembahan.
Rangkaian prosesi ritual mewarnai perayaan Galungan. Warga Bali yang
mayoritas beragama Hindu selalu antusias dan khusyuk menjalankannya.
Perayaan Galungan juga menarik minat wisatawan, baik domestik maupun
asing, yang sedang berkunjung ke pulau yang menjadi salah satu destinasi
wisata terbaik dunia itu.
Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Hari Raya Galungan & Maknanya Bagi Umat Hindu-Bali",
https://tirto.id/eeXHHari Raya Galungan
diperingati setiap 6 bulan sekali dalam penanggalan Bali. Sejarah dan
prosesi hari raya ini sangat bermakna bagi masyarakat Hindu di Pulau
Dewata.
Dalam kalender Bali, satu bulan terdiri dari 35 hari. Galungan jatuh
pada Rabu Kliwon. Istilah khusus untuk menyebut hari itu adalah Budha
Kliwon Dungulan atau hari Rabu Kliwon dengan wuku Dungulan, yang
bermakna: hari kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan).
Fred B. Eiseman Jr. dalam Bali Sekala and Niskala: Essays on Religion,
Ritual and Art (1989) mengungkapkan bahwa Galungan menandai awal dari
upacara keagamaan yang paling penting. Rakyat Bali percaya bahwa roh
para leluhur akan pulang ke rumah di hari itu, dan menjadi kewajiban
bagi mereka untuk menyambutnya dengan doa dan persembahan.
Rangkaian prosesi ritual mewarnai perayaan Galungan. Warga Bali yang
mayoritas beragama Hindu selalu antusias dan khusyuk menjalankannya.
Perayaan Galungan juga menarik minat wisatawan, baik domestik maupun
asing, yang sedang berkunjung ke pulau yang menjadi salah satu destinasi
wisata terbaik dunia itu.
Baca selengkapnya di artikel "Sejarah Hari Raya Galungan & Maknanya Bagi Umat Hindu-Bali",
https://tirto.id/eeXH