KITAB WIJAYA
Kitab wijaya adalah kitab perjalanan spirtual saya yang saya abadikan melalui blog.. agar kelak anak cucu saya bisa membaca sejarah perjalanan spiritual saya ,,
Kamis, 06 Maret 2025
5 maret 2025
Minggu, 02 Maret 2025
1 Maret 2025 bermimpi di aben
Jumat, 28 Februari 2025
tgl 28 feb.
Minggu, 23 Februari 2025
tgl 22 feb hari tumpek landep
23 feb 2024 membersihkan keris dari karat
Kamis, 13 Februari 2025
12 feb 2025 kedatangan keris jimatan naga siluman Luk 3
Sabtu, 28 Desember 2024
Nyi lara Kidul sosok yang mendatangkan rasa saki dari arah selatan
Siapakah Sebenarnya Ratu Kidul Itu?
Dalam kaitan tentang siapakah sebenarnya, atau lebih tepatnya asal-usul dari penguasa laut selatan yang dikenal dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul, dan juga sering diasosiasikan sebagai Nyai Rara Kidul? Yang jelas, sebenarnya, dari dua julukan itu, Dalam H. Muhammad Sholikin 2009, berpendapat dalam bukunya sosok tersebut memiliki arah imajinasi yang berbeda. Kanjeng Ratu tidak diketahui secara persis, apakah ia bersuami atau pernah bersuami, ataukah seorang perawan? Namun yang pasti ia lebih memiliki citra positif. Dan tentu sebagai seorang "Ratu" ia dipastikan memiliki pendamping. Sementara sebutan Nyai Rara, menyiratkan dua makna. Sebutan Nyai dalam khazanah Jawa adalah bagi perempuan yang sudah bersuami atau pernah bersuami. Akan tetapi "Rara" adalah sebutan bagi perempuan perawan atau gadis. Maka jika keduanya digabung "Nyai Rara" berarti walaupun sudah atau pernah bersuami, ia tetap merupakan perempuan yang masih perawan. Atau sebaliknya ia adalah "gadis" yang tidak bersuami, walaupun mungkin ia pernah berhubungan badan dengan lawan jenis. Nyai Rara Kidul terkadang juga disebut dengan Nyi Lara Kidul sebagai jin yang dipercaya sebagai salah satu penguasa laut selatan (Mulyono, 2008: 207). Istilah "lara" dalam bahasa jawa berarti sakit. Dalam kaitan dengan julukan bahas kidul bermakna sosok yang mendatangkan rasa saki dari arah selatan. Tokoh ini identik dengan sosok Nyai Blorong, yang menjanjikan kejayaan dunia dan materi, namun membuahkan rasa sakit dengan adanya tumbal, serta bahwa pada akhirnya roh dari yang diberi kejayaan tersebut, harus menjadi abdi dan pelayan Nyai Blorong dalam menjalankan misi kejahatan dan kesesatannya.
Dari analisis istilah tersebut sudah dapat dinyatakan bahwa sebenarnya di antara "Kanjeng Ratu Kidul" dengan "Nyai Rara Kidul" adalah sosok yang berbeda. Kanjeng Ratu Kidul adalah sosok agung yang memiliki kekuasaan, dan memiliki citra positif. Sementara Nyai Rara Kidul, dari segi istilah julukannya saja sudah menunjukkan watak yang antagonis, dan membuahkan citra yang kurang positif.
Terdapat berbagai keterangan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Di antara keterangan- keterangan tersebut, jika dihimpunkan ada beberapa versi, sebagai berikut:
a. Bahwa penguasa laut selatan yang disebut sebagai Dyah Ratu Wadat di kerajaan Nusa Tembini, adalah putri Raden Banjaransari dengan bidadari dari suatu telaga di Sigaluh, bernama Dewi Sambang Mandala. Raden Banjaransari yang memimpikan Dewi Murdaningrum, mengeluarkan sperma yang ditelan oleh bidadari Dewi Sambang Mandala, dan lahirlah Dyah Ratu Wadat, walau akhirnya Raden Banjaransari tetap menikahi Dewi Murdaningrum (Santoso: t.t: 17- 22);
b. Putri sulung Prabu Haryakusumah di kerajaan Galuh (kakak Raden Mundhingwangi), yang menjadi pertapa di Gunung Kumbang sebagai Ni Ajar Cemara Tunggal (Santoso: t.t.: 31-35);
c. Sang Ratu Ayu atau Jeng Ratu Mas Angin- angin, putri raja Galuh dengan Dyah Ratu Angin- angin, yang adalah putri Prabu Sindula di Sigaluh, yang dikenal Ratu Ayu Pagedhongan (Serat Manikmaya, 1981: 55-57);
d. Dewi Retno Suwida, putri Prabu Mundhingsari dengan Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Suranadi, buyut ratu siluman di Sigaluh;
e. Dewi Kilisuci, seorang putri Resi Getayu (raja Jenggala) dengan Dewi Citraswara, yang kemudian menjadi penguasa laut selatan (Yudoyono, 1984: 78);
f. Nini Kandita, putri Pajajaran, yang lari dari keraton, karena ibu tirinya yang jahat, kemudian sakit dan terjun ke laut menjadi penguasa laut selatan yang mencintai warna-warni hijau daun dan batik kawung;
g. Nyi Mas Dewi Lara Kidul, seorang putri keraton Solo yang cantik, dan karena bertengkar dengan ibu tirinya, kemudian dari bukit Karang Hawu menceburkan diri ke dalam laut (Subiyanto, t.t., hlm. 5-21).
Dari beberapa kisah, hampir semua versi sudah terwakili, sehingga sudah bisa dijadikan sebagai bahan perbandingan yang cukup komprehensif, dalam mengkaji tokoh Kanjeng Ratu Kidul tersebut.
Kisah 1: Kanjeng Rati Kidul si Dewi Srengenge
Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki- laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkawinan tersebut. Maka, bahagialah sang raja.
Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. "Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapa pun yang ingin bertindak kasar pada putriku", kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, ia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu. Hari esoknya, pagi- pagi sekali, Mutiara pengutus inang mengasuh memanggil seorang tukang sihir, si Jahil namanya. Kepadanya diperintahkan, agar kepada Dewi Kadita dikirimkan guna- guna.
"Bikin tubuhnya berkudis dan berkurap," perintahnya. "Kalau berhasil, besar hadiah untuk kamu!" sambungnya. Si Jahil menyanggupinya. Malam harinya, tatkala Kadita sedang lelap, masuklah angin semilir ke dalam kamarnya. Angin itu berbau busuk, mirip bau bangkai.
Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Ketika raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna- gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir putrinya. "Putrimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri," kata Dewi Mutiara.
Tatkala Raja Munding Wangi mendengar berita ini pada pagi harinya, sangat sedihlah hatinya. Dalam hati tahu bahwa yang diderita Kadita bukan penyakit biasa, tetapi guna- guna. Raja juga sudah menduga, sangat mungkin Mutiara yang merencanakannya. Hanya saja. Bagaimana membukti kannya. Dalam keadaan pening, Raja harus segera memutuskan.
Hendak diapakan Kadita. Atas desakan patih, putri yang semula sangat cantik itu mesti dibuang jauh agar tidak menjadikan aib.
Maka berangkatlah Kadita seorang diri, bagaikan pengemis yang diusir dari rumah orang kaya. Hatinya remuk redam; air matanya berlinangan. Namun ia tetap percaya, bahwa Sang Maha Pencipta tidak akan membiarkan mahluk ciptaan-Nya dianiaya sesamanya. Campur tangan-Nya pasti akan tiba. Untuk itu, seperti sudah diajarkan neneknya almarhum, bahwa ia tidak boleh mendendam dan membenci orang yang membencinya.
Siang dan malam ia berjalan, dan sudah tujuh hari tujuh malam waktu ditempuhnya, hingga akhirnya ia tiba di pantai Laut Selatan. Kemudian berdiri memandang luasnya lautan, airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Ia bagaikan mendengar suara memanggil agar ia menceburkan diri ke dalam laut.
Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba- tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda- tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal- gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Tak hanya itu, ia segera menguasai seluruh lautan dan isinya dan mendirikan kerajaan yang megah, kokoh, indah dan berwibawa. Kini dia memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut Nyi Rara Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya. Dialah kini yang disebut Ratu Laut Selatan.
Kisah 2: Kanjeng Ratu Kidul, Kisah Cinta Jaka Suruh dan Ratna Suwida
Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19: Santoso, 1979; Soedibja, 1980; Olthof, 2007), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepada nya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joke Suruh, bermama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.
Ketika kerajaan Pajajaran di bawah kekuasaan Prabu Mundingsari, ia mempunyai seorang putri yang bernama Ratna Suwidi. Putri tersebut mempunyai kebiasaan bertapa dengan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Banyak sekali raja dan pangeran yang melamarnya, tetapi tidak satu pun yang diterima karena ia lebih mementingkan segi kerohanian. Penolakan-penolakan itu membuat Sang Prabu marah dan prihatin terhadap putrinya. Akibatnya, ia mengusir putrinya sendiri dari kerajaan. Kemudian Ratna Suwidi mengembara seorang diri, naik turun gunung dan menembus lebatnya hutan menuju ke arah timur. Tujuannya adalah mencari tempat yang cocok untuk bertapa. Akhirnya ia menemukan puncak Gunung Kumbang yang dirasa cocok untuk bertapa. Di puncak gunung itu terdapat sebatang cemara. Dengan kesaktiannya lalu ia mengubah wujudnya menjadi seorang laki- laki. Pohon cemara yang berada di puncak gunung tersebut diabadikan menjadi nama samarannya yaitu Hajar Cemara Tunggal. Sang pertapa ini kemudian terkenal dengan kelebihannya, yaitu sakti dan waskhita (bisa melihat masalah- masalah yang masih samar-samar atau melihat batin orang lain).
Suatu hari, Hajar Cemara Tunggal atau Ratna Suwidi didatangi dewa dan ditanya tentang keinginannya bertapa terus- menerus. Ratna Suwidi menjawab bahwa ia ingin sekali tidak bisa meninggal dunia dan bisa hidup sepanjang zaman. Kemudian dewa berkata bahwa manusia tidak bisa hidup sepanjang zaman, tetapi keinginan Ratna Suwidi tersebut bisa terkabul apabila ia bersedia menjadi makhluk halus. Dengan menyetujui saran dewa tersebut, maka Ratna Suwidi kemudian berubah menjadi makhluk halus yang membawahi semua makhluk halus di seluruh tanah Jawa.
Dikisahkan pula pada waktu Hajar Cemara Tunggal masih berada di puncak Gunung Kumbang, ia didatangi Raden Susuruh (Dalam Kitab Pararaton, Raden Susuruh ini adalah Raden Wijaya) seorang putra mahkota Kerajaan Pajajaran yang melarikan diri bersama pengikutnya karena terjadi perebutan kekuasaan. Berkat kawaskithan Hajar Cemara Tunggal, maka ia sudah tahu maksud dan tujuan Raden Susuruh datang menemuinya. Sang Hajar kemudian memberi petunjuk kepada Raden Susuruh supaya berjalan lurus ke arah Timur. Apabila nanti di suatu tempat menemukan sebatang pohon Kemaja berbuah hanya satu dan rasanya pahit, maka tempat itulah yang dapat digunakan oleh Raden Susuruh untuk memegang kekuasaan dan menurunkan raja di tanah Jawa. Dari tempat itulah Raden Susuruh dapat membalas sakit hati atas perlakuan raja Pajajaran.
Hajar Cemara Tunggal kemudian menceritakan kisah pelariannya dan siapa sebenarnya dirinya. Berdasarkan garis keturunan, sebenarnya Hajar Cemara tunggal adalah adik perempuan dari kakek Raden Susuruh. Tetapi di tengah- tengah cerita tiba-tiba Sang Hajar berubah wujudnya, ia menjelma menjadi seorang putri cantik Ratna Suwidi. Berkat kesaktiannya, maka ia dapat mancala putra mancala putri (bisa dengan cepat berubah wujud menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Arti kiasannya adalah pandai bergaul dan menyesuaikan diri). Raden Susuruh terpesona dan jatuh cinta kepada putri cantik yang ada di depannya tersebut, kemudian ia mendekati dan merayunya. Seketika itu juga putri tersebut hilang dari pandangan mata Raden Susuruh dan menjelma menjadi Hajar Cemara Tunggal lagi. Dengan rasa malu Raden Susuruh segera bersujud di kaki Sang Hajar dan kemudian memohon maaf.
Sang Hajar melanjutkan ceritanya dengan nada menghibur, bahwa kelak apabila Raden Susuruh telah dinobatkan menjadi raja Majapahit, mereka akan bertemu kembali. Kelak setelah Raden Susuruh memegang kekuasaan dan membawahi seluruh tanah Jawa, Hajar Cemara Tunggal tidak lagi bertapa di Gunung Kumbang, melainkan pindah ke samudra pasir. Selama bertahta di samudra pasir atau Laut Selatan Jawa, ia akan berubah wujud seperti semula, yaitu sebagai putri yang cantik jelita dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul. Pesan terakhir Sang Hajar kepada Raden Susuruh adalah apabila Raden Susuruh beserta keturunannya yang menjadi raja tanah Jawa menemui halangan, sebaiknya memanggil saja Sang Hajar. Dengan sekejab, Sang Hajar pasti akan datang bersama makhluk halus bawahannya. Selain itu, kelak akan ada keturunan Raden Susuruh yang menjadi raja Jawa akan dapat mengawini Kanjeng Ratu Kidul.
Tersebut kemudian, bahwa generasi selanjutnya dari jalur keturunan Raden Susuruh, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke pantai selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik- intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.
Kisah 3: Putri Ratna Suwida dari Pajajaran
Menurut cerita umum, Kanjeng Ratu Kidul pada mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istrinya yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Saranadi, cicit Raja siluman di Sigaluh.
Sang putri melarikan diri dari keraton dan bertapa di Gunung Kumbang. Selama bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri wadat (tidak bersuami) dan menjadi ratu di antara makhluk halus seluruh pulau jawa. Istananya di dasar Samudra Indonesia. Tidak mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari makhluk halus.
Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi ratu sang putri lalu mendapat julukan Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari. Ada juga sementara orang yang menyebut Nyai Lara Kidul (di Keraton surakarta sebutan Nyai Lara Kidul adalah untuk patihnya, bukan untuk Kanjeng Ratu Kidul sendin) Malahan ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata "La- ra" berasal dari "Rara", yang berarti perawan (tidak kawin).
Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantiknya tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Utuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri di dalam suatu telaga, di pinggir samudera. Konon suatu hari, tatkala akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena melihat mukanya yang sudah rusak, sang putri lalu terjun ke laut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi makhluk halus.
Kisah 4: Ratu Kidul, si Biding Laut Keturunan dari Batak
Dikisahkan, perjalanan etnis Batak dimulai dari seorang raja yang mempunyai dua orang putra. Putra sulung diberi nama Guru Tatea Bulan dan kedua diberi nama Raja Isumbaon. Putra sulungnya, yakni Guru Tatea Bulan memiliki 11 anak (5 putra dan 6 putri). Kelima putra bernama: Raja Uti, Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Lau Raja. Sedangkan keenam putri bernama: Biding Laut, Siboru Pareme, Paronnas, Nan Tinjo, Bulan dan Si Bunga Pandan.
Putri tertua yakni Biding Laut memiliki kecantikan melebihi adik perempuan lainnya. Dia juga memiliki watak yang ramah dan santun kepada orangtuanya. Karena itu, Biding Laut tergolong anak yang paling disayangi kedua orangtuanya. Namun, kedekatan orangtua terhadap Biding Laut ini menimbulkan kecemburuan saudara- saudaranya yang lain. Mereka lalu bersepakat untuk menyingkirkan Biding Laut.
Suatu ketika, saudara- saudaranya menghadap ayahnya untuk mengajak Biding Laut jalan- jalan ke tepi pantai Sibolga. Permintaan itu sebenarnya ditolak Guru Tatea Bulan, mengingat Biding Laut adalah putri kesayangannya. Tapi saudara- saudaranya itu mendesak terus keinginannya, sehingga sang ayah pun akhirnya tidak dapat menolaknya. Suatu hari, Biding Laut diajak saudara-saudaranya jalan-jalan ke daerah Sibolga. Dari tepi pantai Sibolga, mere ka lalu menggunakan 2 buah perahu menuju ke sebuah pulau kecil bernama Pulau Marsala, dekat Pulau Nias.
Tiba di Pulau Marsala, mereka berjalan- jalan sambil menikmati keindahan pulau yang tidak berpenghuni tersebut. Sampai saat itu, Biding Laut tidak mengetahui niat tersembunyi saudara- saudaranya yang hendak mencelakakannya. Biding Laut hanya mengikuti saja kemauan saudara-nsaudaranya berjalan semakin menjauh dari pantai.
Menjelang tengah hari, Biding Laut merasa lelah hingga dia pun beristirahat dan tertidur. Dia sama sekali tidak menduga ketika dirinya sedang lengah, kesempatan itu lalu di manfaatkan saudara- saudaranya meninggalkan Biding Laut sendirian di pulau itu.
Di pantai, saudara-saudara Biding Laut sudah siap menggunakan 2 buah perahu untuk kembali ke Sibolga. Tetapi salah seorang saudaranya mengusulkan agar sebuah perahu ditinggalkan saja. Dia khawatir kalau kedua perahu itu tiba di Sibolga akan menimbulkan kecurigaan. Lebih baik satu saja yang dibawa, sehingga apabila ada yang menanyakan dikatakan sebuah perahunya tenggelam dengan memakan korban Biding Laut.
Tapi apa yang direncanakan saudara- saudaranya itu bukanlah menjadi kenyataan, karena takdir menentukan lain. Ketika terbangun dari tidurnya, Biding Laut terkejut menemukan dirinya sendirian di Pulau Marsala. Dia pun berlari menuju pantai mencoba menemui saudara- saudaranya. Tetapi tidak ada yang dilihatnya, kecuali sebuah perahu. Biding laut tidak mengerti mengapa dirinya ditinggalkan seorang diri. Tetapi ia pun tidak berpikiran saudara- saudaranya berusaha mencelakakannya. Tanpa pikir panjang, dia langsung menaiki perahu itu dan mengayuhnya menuju pantai Sibolga.
Tetapi ombak besar tidak pernah membawa Biding Laut ke tanah kelahirannya. Selama beberapa hari perahunya terombang- ombing di pantai barat Sumatera. Entah sudah berapa kali ia pingsan karena kelaparan dan udara terik. Penderitaannya berakhir ketika perahunya terdampar di Tanah Jawa, sekitar daerah Banten. Seorang nelayan yang kebetulan melihatnya kemudian menolong Biding Laut. Di rumah barunya itu, Biding Laut mendapat perawatan yang baik. Biding Laut merasa bahagia berada bersama keluarga barunya itu. Ia mendapat perlakuan yang sewajarnya. Dalam sekejap, keberadaannya di desa itu menjadi buah bibir masyarakat, terutama karena pesona kecantikannya.
Dikisahkan, ketika daerah itu kedatangan seorang raja dari wilayah Jawa Timur. Ketika sedang beristirahat dalam perjalanannya, lewatlah seorang gadis cantik yang sangat jelita bak bidadari dari kayangan dan menarik perhatian Sang Raja. Karena tertariknya, Sang Raja mencari tahu sosok jelita itu yang ternyata Biding Laut. Terpesona kecantikan Biding Laut, sang raja pun meminangnya.
Biding Laut tidak menolak pinangan itu, hingga keduanya pun menikah. Selanjutnya Biding Laut dibawanya serta ke sebuah kerajaan di Jawa Timur.
Biding Laut hidup berbahagia bersama suaminya yang menjadi raja. Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Terjadi intrik di dalam istana yang menuduh Biding Laut berselingkuh dengan pegawai kerajaan. Hukum kerajaan pun ditetapkan, Biding Laut harus dihukum mati.
Keadaan ini menimbulkan kegalauan Sang Raja. Ia tidak ingin istri yang sangat dicintainya itu dihukum mati, sementara hukum harus ditegakkan. Dalam situasi ini, ia lalu mengatur siasat untuk mengirim kembali Biding Laut ke Banten melalui lautan.
Menggunakan perahu, Biding Laut dan beberapa pengawal raja berangkat menuju Banten. Mereka menyusuri Samudera Hindia atau yang dikenal dengan laut selatan. Namun malang nasib mereka. Dalam perjalanan itu, perahu mereka tenggelam diterjang badai. Biding Laut dan beberapa pengawalnya tenggelam di Laut Selatan.
Kisah 5: Ratu Kidul Menurut Para Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Berikut ini, kisah tentang asal usul Ratu Kidul menurut KRT. Slamet Karsodiharjo, yang lahir tahun 1911. Biasa dipanggil "Mbah Delik" karena sewaktu zaman revolusi fisik, jika diajak perang Soeharto (mantan Presiden RI ke-2), ia acap bersembunyi, karena dipastikan akan dijadikan ujung tombak tentara Indonesia. Dia juga merupakan abdi dalem Sultan Hamengku Buwono IX, senior dari Mbah Marijan (abdi dalem Sultan Hamengku Buwono X).
Menurut pengakuannya, Mbah Delik juga sering diajak Sri Sultan HB IX menemui Ratu Kidul di pantai Selatan. Biasanya ia akan bersemedi di Pandan Simo pada hari Jumat Legi. Untuk bertemu dengan Ratu Kidul, seseorang harus membaca mantra sebagai berikut:
1. Putra wayah marak wonten ngersanipun Kanjeng Ibu (cucu datang ke hadapan Kanjeng Ibu).
2. Putra wayah Ngersaaken sembah pangebekti wonten ngersanipun Kanjeng Ibu Ratu (Cucu mengajukan sembah penghormatan kepada Kanjeng Ibu Ratu).
Setelah membaca mantera ini dan melakukan meditasi, biasanya dia akan ditemui oleh Ratu Kidul. Dia akan diberikan petunjuk dalam hidupnya. Jika dia minta rejekinya dilancarkan, maka ratu Kidul akan memberikan petunjuk yang bersifat simbolis atau metafora dan orang itu harus mampu meterjemahkarinya sendiri. Menurutnya Ratu Kidul ini bernama Nyai Plencing yang berasal dari sekitar Semarang. Ia dulu gemar menenun atau membuat bola. Saat asyik menenun, ada seseorang lelaki yang terpesona oleh kecantikannya. Lelaki itu masuk ke rumahnya dan mencoba bertamu. Lelaki itu berkata kepada Nyai Plencing untuk meminta air karena kehausan setelah seharian me ngembara. Nyai Plencing yang sedang sibuk menjawabnya dengan sinis dan mengatakan bahwa ia juga haus dan belum minum, ia tidak mempunyai air kecuali air kencing, justru air kencing itulah yang diminta lelaki itu. Setelah itu lelaki itu terus mengejar-ngejar Nyai Plencing. Sebaliknya Nyai Plencing ketakutan dan melarikan diri sampai ke kawah Gunung Merapi. Ia ingin bunuh diri dengan masuk ke kawah itu, tapi dicegah oleh seorang nini tua untuk menyebur ke telaga. Telaga itu tidak lain adalah pantai selatan. Saat mencebur ke laut selatan dia tidak mati, malah justru hidup dan memenukan sebuah rumah indah yang akan menjadi kerajaannya.
Setelah itu Ratu Kidul bertemu dengan Danang Sutowijoyo dan berkata bahwa jika keturunan Danang Sutowijoyo akan menjadi raja di tanah Jawa, maka semua keturunannya akan menjadi suaminya. Jadi tidak heran keturunan Danang Sutowijoyo sampai ke Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi suami dari Ratu Kidul. Menurut Mbah Delik, hanya Sri Sultan Hamengku Buwono X yang tidak berani menemui Ratu Kidul. Anehnya biar pun selalu berhubungan badan dengan raja- raja di Jawa, Ratu Kidul tidak pernah hamil karena dia mandul (yang tepat tentunya bukan masalah karena Kanjeng Ratu Kidul mandul, namun karena memang sudah berbeda alam, yang membuatnya tidak bisa hamil).
Menurut para abdi dalem Keraton Yogyakarta yang lain (Twikromo, 2006), Kanjeng Ratu Kidul merupakan ratu lelembut yang menguasai Laut Selatan Jawa dan mempunyai hubungan khusus dengan raja Jawa. Sejak awal mula berdirinya Keraton Mataram II, hubungan antara Panembahan Senopati (Raja Mataram II yang pertama) dengan Kanjeng Ratu Kidul sudah terjalin. Diceritakan abdi dalem keraton yang semasa masih hidup tinggal di Desa Patran, bahwa: Ketika Kerajaan Mataram akan berdiri, maka Panembahan Senopati mencari bantuan ke Laut Selatan, sedang Ki Juru Martani minta bantuan ke Gunung Merapi. Saat itu, pengikut Panembahan Senopati hanya orang dotnas (jumlahnya 800), sehingga untuk babad alas (membuka hutan) tidak mungkin dapat dilakukan. Berkat bantuan tentara lelembut dari laut selatan, maka alas itu ber hasil dibuka.
Kanjeng Ratu Kidul merupakan ratu lelembut yang senan tiasa membantu raja Jawa apabila wilayah ini mendapatkan gangguan. Berdasarkan perjanjian antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul, kedua kerajaan itu harus paling memberi bantuan apabila diperlukan. Dalam Babad Tanah Jawi (Sudibjo, 1980:105-106), dilukiskan tentang kisah cinta antara Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian membuahkan kesepakatan saling bantu- membantu antara kedua kerajaan tersebut: Senopati selalu duduk merapat saja dengan Nyai Kidul, namun selalu menahan diri, ingat bahwa ia adalah lain jenis. Tetapi Nyai Kidul juga mengetahui perasaan Senopati, dan selalu merayu. Ujar Senopati Ingalaga sambil tersenyum kepada Rara Kidul: "Nimas, kanda ingin melihat peraduanmu, seperti apa susunannya." Nyai Rara menjawab. "Silakan tidak ada halangannya, hamba sekadar menunggu, Paduka yang berhak." Tangan Senopati digandeng, dibawa masuk ke kamar. Keduanya tampak asyik duduk.
Berkata Senopati pelan: "Nimas kanda sangat kagum melihat peraduan Nimas. Barangkali cerita tentang surga itu seperti ini. Selama hidupku belum pernah melihat hiasan seperti itu. Sepadan dengan yang memiliki, cantik mempesona, pandai mengatur. Kanda segan pulang ke Mataram hendak tinggal di sini saja. Tetapi kurangnya hanya satu, bahwa tidak ada orang lelaki. Jika ada orang lelaki yang tampan alangkah bagusnya."
Atur Nyai Rara Kidul: "Baik sendirian, menjadi ratu wanita saja. Sekehendak hati, tidak ada yang memerintah." Senopati tersenyum sambil merayu: "Nimas, berikanlah hamba obat sakit hati tertawan rindu asmara." Rara Kidul menyahut sambil melirik genit: "Hamba tidak dapat memberi obat, karena bukan dukun. Paduka raja agung, tentu tidak kurang yang melebihi Hamba." Senopati merasa gemas, hatinya terangsang. Rara Kidul digendong.
Demikian, Sang Senopati berada di laut selatan selama tiga hari tiga malam, hidup sebagai suami istri dengan Rara Kidul. Senopati setiap hari diwejang tentang ilmu bila seorang menjadi raja, yang memerintah semua orang dan jin serta peri. "Kanda sangat berterima kasih, Nimas atas semua petunjukmu," ujar sang Senopati sahdu. "Dan Kanda juga percaya, sebaliknya kelak jika Mataram menghadapi musuh, yang disuruh memberitahukan kepada Nimas Siapa?"
Berdasarkan kisah cinta Panembahan Senopati tersebut, maka dipercaya bahwa keturunan Panembahan Senopati yang menjadi raja Jawa pasti menjalin hubungan dengan Kanjeng Ratu Kidul sampai saat ini. Bentuk jalinan tersebut juga tertuang dalam salah satu tradisi bahwa pada saat kirab penobatan raja baru, permaisuri tidak diperkenankan mendampingi sultan karena dipercaya bahwa tempat duduk di sebelah sultan disediakan untuk Kanjeng Ratu Kidul.
Sebagai penguasa lelembut yang tidak tampak oleh mata, Kanjeng Ratu Kidul merupakan sekutu para raja Kasultanan Yogyakarta dalam menjalankan kekuasaannya. Raja Kasultanan Yogyakarta mendapat bantuan dari Kanjeng Ratu Kidul dalam mengatasi gangguan- gangguan yang menimpa kerajaan.
Atau melalui kekuatan supranatural yang dimiliki penguasa laut selatan tersebut, para penguasa Keraton Yogyakarta seringkali diberi wisik agar terhindar dari marabahaya yang akan menimpa raja, kerajaan, maupun rakyatnya. Hal ini dapat dipahami karena para raja Kasultanan Yogyakarta menurut silsilah keluarga sebenarnya masih merupakan cucu dari Kanjeng Ratu Kidul sendiri.
Begitulah beberapa buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Persoalan mana versi yang benar, tergantung dari pengalaman mistik masing- masing pihak. Demikian pula masalah apakah berbeda antara Kanjeng Ratu Kidul dan Nyai Rara Kidul, ada yang menganggap sama, dan ada yang beranggapan berbeda.
Dalam Babat Tanah Jawi memberikan konsepsi ataupun memperkuat konsepsi yang sudah ada tentang keberadaan Kanjeng Ratu Kidul. Banyak citra yang muncul dari konsepsi-konserng ersebut, antara lain Kanjeng Ratu Kidul merupakan ratu lelembut yang sangat cantik, mempunyai kesaktian luar biasa, dapat berubah wujud menjadi apa saja, dewi pelindung kehidupan Penjaga ketentraman, ataupun penguasa laut yang memberikan berkah pada nelayan. Selain itu, muncul juga citra- citra yang seringkali berseberangan dengan citra yang telah disebutkan di atas, yang sebenarnya diperankan oleh tokoh yang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang spiritualis Jawa yang semasa hidupnya memusatkan lakunya di Gunung Srandil (Adipala, Cilacap, Jawa Tengah) mengatakan bahwa, Sebenarnya Kanjeng Ratu sangat welas asih (penuh belas kasihan) pada manusia. Yang sering menimbulkan korban itu Nyai Blorong dan prajurit Kanjeng Ratu. Nyai Blorong ini sering membamemba (bersalin wujud menyerupai) Kanjeng Ratu. Orang kebanyakan tidak tahu apakah yang dia hadapi itu Kanjeng Ratu betul atau Nyai Blorong. Kalau sudah begitu, orang bisa menjadi celaka.
Penjelasan tersebut dapat memberikan pemahaman bahwa Kanjeng Ratu Kidul sebagai penguasa Segara Kidul, memiliki wakil atau patih yang sifatnya bertentangan dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Realitas mistis tersebut diperkuat oleh adanya legenda yang dipercayai oleh masyarakat Yogyakarta (Twikromo, 2006). Dikisahkan pada zaman dahulu sebelum Kanjeng Ratu Kidul menjadi penguasa di laut selatan, di sana sudah ada rajanya. Raja tersebut berwujud raksasa putri dan menguasai makhluk halus di laut selatan. Kemudian raja putri sakti tersebut dapat dikalahkan oleh Kanjeng Ratu Kidul dengan kesaktian yang luar biasa. Setelah mengalahkan raja sakti tersebut, Kanjeng Ratu Kidul kemudian menjadi raja di laut selatan menguasai makhluk halus di seluruh tanah Jawa. Raja yang telah dikalahkan tersebut kemudian diangkat menjadi patihnya, yaitu sebagai patih jawi, atau patih yang menguasai seluruh Jawa. la diberi tugas untuk memerintah dan membawahi prajurit makhluk halus di Laut Selatan dengan sebutan Nyai Rara Kidul (yakni Nyi Blorong).
Apabila melihat kekuasaan patih jawi di Keraton Segara sewu, maka dapat dijelaskan melalui kondisi Yogyakarta sebelum masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono IX, di mana kekuasaan patih tersebut seringkali kurang dapat terkontrol oleh Sultan dan seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak luar (ketika itu Belanda). Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap citra Sultan yang sedang berkuasa saat itu. Rakyat biasa tidak akan membedakan apakah suatu ketidakadilan berasal dari perilaku Sultan sendiri atau dari Pepatih Dalem.
Hal semacam itu sangat mungkin dapat terjadi pada Keraton Segara Kidul, di mana kekuasaan Patih Jawi tidak semuanya dapat terkontrol oleh Sang Ratu. Apalagi para pengikut Kanjeng Ratu Kidul tersebut juga dapat memba- memba sebagai Kanjeng Ratu. Dalam hal ini, maka bernarlah apa yang dikemukakan oleh spiritualis dari Gunung Srandil di atas, bahwa seringkali orang terkecoh oleh Nyai Rara Kidul, yang oleh orang yang melihat, memperhatikan atau menghayati dan mengalami suatu peristiwa spiritual, diasosiasi sebagai Kanjeng Ratu Kidul.
100 Nama dan Julukan untuk Kanjeng Ratu Kidul
Kanjeng Ratu Kidul mempunyai banyak sebutan, berdasarkan yang diberikan para spiritualis Jawa, yang apabila dihitung maka sebutan lain dari beliau ada lebih dari 100 nama yaitu sebagai berikut:
1. Kanjeng Ibu Ratu Kidul Sekaring Jagad.
2. Kanjeng Ibu Ratu Samudra Kidul (yang menguasai laut selatan).
3. Kanjeng Ibu Ratu Segara Jaya (yang menguasai lautan dengan kemenangan).
4. Bathari Ardha Nariswari (yang menjadi permaisuri).
5. Bathari Artati (yang selalu mengarahkan tujuan, memberi inspirasi)
6. Bathari Mawiryawan (yang pemberani).
7. Bathari Pramatatya (yang menjadi wakil kebenaran tertinggi).
8. Bathari Limpadpatari (yang selalu di lingkari dengan burung dan anak panah).
9. Bathari Prakasita (yang terkenal, ternama).
10. Bathari Cakrawarti (sang penguasa dunia)
11. Bathari Hentayasa (pemilik kemasyhuran).
12. Bathari Maharsa (yang memiliki kehendak besar).
13. Bathari Satya (yang setia).
14. Bathari Drawela (yang memiliki rasa belas kasihan, luluh hatinya).
15. Bathari Panulu (sang pemimpin, pembesar).
16. Bathari Sasmaya (yang memiliki, menguasai, mengendalikan ilmu ghaib).
17. Bathari Sacita (yang menyandang kebersihan hati).
18. Bathari Gurilap (pemilik kegemerlapan).
19. Bathari Pramudika (yang mendatangkan kesenangan, kegembiraan).
20. Bathari Pramudita (yang ikut menjaga alam semesta).
21. Bathari Bisama (yang memiliki kehebatan).
22. Bathari Maribawa (yang dapat mengalahkan).
23. Bathari Ratnawadu (yang menjadi permata hati, pasangan serasi).
24. Bathari Kusumawicitra (yang terkenal dengan keharumannya, memiliki ketangkasan dan ahli).
25. Bathari Candramaya (yang secantik sinar rembulan).
26. Bathari Subasita (yang memiliki sopan santun).
27. Bathari Paramarta (Parama-arta artinya tertinggi, agung, sejati. Jadi maknanya yang memiliki watak dan sifat mulia).
28. Bathari Pranamiya (suka memberi penghargaan dan kehormatan).
29. Bathari Pranwa (yang memiliki dan mengajarkan mantra suci).
30. Bathari Pramusita (sang penyejuk, penghibur).
31. Bathari Tirta Marta (yang menebarkan air suci).
32. Bathari Maha Bisana (yang memiliki kedahsyatan dan kekuatan).
33. Bathari Wigata (selalu mempedulikan).
34. Bathari Sudarpa, (yang memberi kegembiraan yang indah).
35. Bathari Baswara, (sang pilihan Tuhan, diistime wakan).
36. Bathari Mahayu, (yang menghias diri dengan menghamba kepada Tuhan).
37. Bathari Sundariya (perempuan cantik).
38. Bathari Prabanarawata (yang suka memberi kabar baik).
39. Bathari Prabaswara, (membawa sinar gemerlapan, pencerahan).
40. Bathari Dumilah (yang bercahaya).
41. Bathari Manigraha (yang dapat memberi hukuman).
42. Bathari Sahana, (mengetahui semua yang hadir).
43. Bathari Ngupaksoma, (yang bersifat mengampuni, memaafkan).
44. Bathari Lumaba (yang mendatangkan keberuntungan).
45. Bathari Pahayu (yang memelihara, mengayomi).
46. Bathari Hanawa, (yang dituakan).
47. Bathari Saroya (yang memberi bantuan, pertolongan).
48. Bathari Yumana (yang mengendarai kereta kencana).
49. Bathari Pujabrata (yang selalu memanjatkan doa dan permohonan secara khusuk).
50. Bathari Pudyasalota (yang memberi dan memiliki pujian).
51. Bathari Kapana (yang memiliki wilayah).
52. Bathari Widiyuta (yang memiliki tenaga petir).
53. Bathari Mapita (yang menguning,yakni semakin canti ketika bulan makin menuju purnama).
54. Bathari Sanadya (yang memiliki taman, atau menjadi tempat mengadu).
55. Bathari Binawa, (Pembangun Yang Lebih Dulu).
56. Bathari Prabu Dumilah (Penguasa bukit yang bercahaya merujuk gunung Lawu sebagai salah satu pusat istana).
57. Bathari Ngupasonda (yang mematuhi dan membawahi ajaran pendeta/ulama).
58. Bathari Pratanjana (yang mengutamakan keberimanan, keyakinan dan kepercayaan (kepada Tu- han)).
59. Bathari Gurnita (yang bisa menderu-nderu (membawa pasukan besar); memiliki pasukan yang gegap gempita; bersikap hangat dan ramah).
60. Bathari Kamura, (yang dihormati).
61. Bathari Payuwaha (yang melaksanakan perayaan yang Indah).
62. Bathari Niyasa (yang selalu menyandang kemasyhuran).
63. Bathari Kulandara (yang selalu menjadi yang dituankan).
64. Bathari Satiti (yang sangat teliti).
65. Bathari Sadaka (yang memiliki jiwa sebagaimana sang resi).
66. Bathari Ludana (yang mengerti dan memahami mereka yang hadir atau datang).
67. Bathari Padhapa ((yang dihubungi lewat) pedupaan).
68. Bathari Benggala (yang menjadi panglima dan pemimpin pasukan).
69. Bathari Tumitah (yang diciptakan (oleh Tuhan) dan menjalani kodrat).
70. Bathari Rasika (yang dipanggil "beliau").
71. Bathari Nirmala (yang selalu terluput dan meng hindarkan bahaya).
72 Bathari Pragiwaksana (menjadi tempat para ha kim, tempatnya keadilan).
73. Kathan Subasa, (pemilik pakaian kebesaran yang indah).
74. Bathari Madrenya (gagah seperti gunung).
75. Bathari Pangusada (yang menyembuhkan).
76. Bathari Parigraba (yang dijadikan ibu).
77. Bathari Nugraha (yang menjadi jalan anugerah dan karunia).
78. Bathari Mahajeng (sang putri yang terhormat).
79. Bathari Srediya (yang memiliki keindahan Dewi Sri).
80. Bathari Hupadrowa Sakirna (yang menyingkir kan seluruh penderitaan).
81. Bathari Maderdyo Nyamuho (yang menyelesaikan urusan dengan bermusyawarah bersama-sama).
82. Bathari Papayu Sarupa (yang memakai pelindung wajah).
83. Bathari Hasmaralaya (menjadi tumpuan kesedihan cinta).
84. Bathari Kasampatan (yang selalu memiliki kesempatan).
85. Bathari Avalakitesvara (menggembirakan hati dengan cinta).
86. Bathari Sakirna, (yang menghalau).
87. Bathari Halyuna (dengannya maka segala kecemasan selesai).
88. Bathari Pawitra (yang mensucikan).
89. Bathari Kanaya (yang selalu dibimbing [oleh Tuhan]).
90. Dewi Welas Asih (putri yang selalu memiliki kasih sayang).
91. Dewi Pamuryan (yang selalu tutwuri handayani, menjaga dari belakang).
92. Dewi Kencana Sari (putri yang berbunga emas).
93. Dewi Sanggramawijaya (yang menjadi pelindung dunia).
94. Dewi Sanggabuwana (yang ikut serta menyangga [menjadi tiang pancang] jagad semesta).
95. Dewi Sanggalangit, (sang penyangga langit [dunia atas]).
96. Dewi Cinde Wine (yang bersedia menjadi isteri yang cantik).
97. Dewi Kandita (yang menampung segala hal [kantong]).
98. Dewi Ajar Cemara Tunggal (sang resi yang telah mengerti makna ke-Esaan [manunggal]).
99. Dewi Pradnya Paramita (yang menguasai pengetahuan agama).
100. Dewi Tanuraga (yang tidak menuntut untuk dicintai).
101. Dewi Sekar Madhapi (pemilik bunga asmara).
102. Dewi Ratu Mas (penguasa yang mulia dan pilihan).
103. Dewi Mawar Sari (yang menjadi sari bunga mawar).
104. Dewi Putri Sri Wulan (putri pemilik wajah rem bulan yang indah).
105. Dewi Retna Suwidi (putri yang selalu mengutamakan aturan, atau selalu mendapatkan izin dari Tuhan).
106. Dewi Angin-angin (Putri di negeri atas).
107. Dewi Ratu Ayu Pagedhongan (Pemilik keagungan keindahan rupa, sang dewi kecantikan).
108. Dewi Nawangsih (putri dengan gema cinta).
109. Dewi Nyai Mada (Ibu yang selalu menaburkan kegembiraan dan penuh rasa cinta).
110. Dewi Ayu Sawiji Sekaring Jagad (Putri satu- satunya yang menjadi bunga penghias semesta).
Nama-nama tersebut diberikan kepada Kanjeng Ratu Kidul, berdasarkan pada keadaan, kepribadian, kekuasaan dan tugasnya sebagai makhluk Tuhan yang diemban, yang dilihat dalam perspektif pandangan spiritual.
Pertemuan Kanjeng Ratu Kidul dan Ratu Laut Utara
Dewi Lanjar sampai sekarang masih merupakan legenda yang hidup di dalam masyarakat dan masih berpengaruh dalam jiwa masyarakat terutama di Pekalongan. Dalam segala peristiwa seringkali dihubungkan dengan Dewi Lanjar, apabila ada anak yang sedang bermain- main dipantai hilang tentu mereka berpendapat bahwa si anak itu dibawa Dewi Lanjar. Dan bilamana dapat diketemukan kembali tentulah si anak menyatakan dirinya tersesat di suatu daerah atau suatu keraton yang penghuni- penghuninya juga seperti kita- kita ini. Mereka mempunyai kegiatan membatik, berdagang, menukang, nelayan dan lain- lain yang tidak ubahnya seperti di dalam kota saja. Daerah tersebut dikuasai oleh seorang Putri yang cantik bernama Dewi Lanjar.
Diceritakan pada zaman dulu di suatu tempat di Pekalongan hiduplah seorang putri yang sangat cantik jelita, sampai sekarang masih menjadi pembicaraan penduduk, tempat yang terkenal dengan nama Dewi Rara Kuning. Ada pun tempat tinggalnya tiada dapat diketahui secara pasti.
Dalam menempuh gelombang hidupnya Dewi Rara Kuning mengalami penderitaan yang sangat berat, sebab dalam usia yang sangat muda ia sudah menjadi janda. Suaminya meninggal dunia setelah beberapa waktu melangsungkan pernikahannya. Maka dari itulah Dewi Rara Kuning kemudian terkenal dengan sebutan Dewi Lanjar. (Lanjar sebutan bagi seorang perempuan yang bercerai dari suaminya dalam usia yang masih muda dan belum mempunyai anak). Sejak ditinggal suaminya itu Dewi Lanjar hidupnya sangat merana dan selalu memikirkan suaminya saja. Hal yang demikian itu berjalan beberapa waktu lamanya, tetapi lama kelamaan Dewi Lanjar sempat berpikir kembali bahwa kalau dibiarkan demikian terus akan tidak baik akibatnya. Maka dari itulah ia kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya, merantau sambil menangis hatinya yang sedang dirundung malang. Tersebutlah, perjalanan Dewi Lanjar sampai disebuah sungai yaitu sungai Opak. Ditempat ini kemudian bertemu dengan Raja Mataram bersama Mahapatih Singaranu yang sedang bertapa mengapung di atas air di sungai itu. Dalam pertemuan itu Dewi Lanjar mengutarakan isi hatinya serta pula mengatakan tidak bersedia untuk menikah lagi. Panembahan Senopati dan Mahapatih Singoranu demi mendengar tuturnya tergaru dan merasa kasihan. Oleh karena itu dinasihatinya agar bertapa di pantai selatan serta pula menghadap kepada Ratu Kidul. Setelah beberapa saat lamanya, mereka berpisahan serta melanjutkan perjalanan masing-masing, Panembahan dan Senopati beserta patihnya melanjutkan bertapa menyusuri sungai Opak sedangkan Dewi Lanjar pergi ke arah pantai selatan untuk menghadap Ratu Kidul.
Dikisahkan bahwa Dewi Lanjar sesampainya di pantai selatan mencari tempat yang baik untuk bertapa. Karena ketekunan dan keyakinan akan nasihat dari Raja Mataram itu akhirnya Dewi Lanjar dapat moksa (hilang) dan dapat bertemu dengan Ratu Kidul.
Dalam
pertemuan itu Dewi Lanjar memohon untuk dapat menjadi anak buahnya, dan Ratu
Kidul tiada keberatan. Suatu hari Dewi Lanjar bersama jin- jin diperintahkan
untuk mengganggu dan mencegah Raden Bahu yang sedang membuka hutan Gambiren
(kini letaknya di sekitar jembatan Anim Pekalongan dan desa Sorogenen tempat
Raden Bahu membuat api) tetapi karena kesaktian Raden Bahu, yang diperoleh dari
bertapa Ngalong (seperti Kalong/Kelelawar), semua godaan Dewi Lanjar dan
jin-jin dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Raden Bahu. Karena Dewi Lanjar
tiada berhasil menunaikan tugas maka ia memutuskan tidak kembali ke Pantai
Selatan, akan tetapi kemudian memohon izin kepada Raden Bahu untuk dapat
bertempat tinggal di Pekalongan. Oleh Raden Bahu disetujui, bahkan pula oleh
Ratu Kidul. Dewi Lanjar diperkenankan tinggal di pantai utara Jawa Tengah
terutama di Pekalongan. Konon letak keraton Dewi Lanjar terletak di pantai
Pekalongan di sebelah Sungai Slamaran.
![]() | |
ratu pantai selatan |
5 maret 2025
Tiba tiba saya di DM Sonya di Ig setalah sekian lama tak pernah kabar kabar, Sonya adalah teman saya waktu masih seneng senengnya spiritual ...
-
tanggal 12 senin bulan september tahun 2022 Jam 4 Pagi ,Denpasar Bali Jam 4 Pagi saya terbangun karena kedinginan. saya duduk dan membuka ...
-
Hari ini jam 12 malam saya meditasi di palinggih kosan, dengan membawa satu dupa melati dan dua pusaka keris pataka Wijaya dan patakawijaya ...
-
Aku akan membahas pusaka kecil tombak godong pring Tuban era Majapahit yang aku dapat dengan memahari dari teman spiritual sewaktu di malang...